Wisata Ke Pulau Komodo plus Baksos di Labuan Bajo (bag 1)


"Jika ingin menjaga dan melestarikan alam, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengapresiasinya" (Bernard Weber). 

Weber adalah ketua New7Wonders Foundation, lembaga penyelenggara jajak pendapat untuk menentukan 7 keajaiban alam baru yang ada di dunia.

Pemilihan 7 Keajaiban Dunia (New7Wonders Foundation)

Proyek pemilihan tujuh keajaiban alam ini sudah dimulai sejak 2007. Dengan seleksi awal yang dikuti lebih 440 peserta yang berasal dari 220 negara seluruh dunia. Panel juri melakukan seleksi melalui beberapa tahap yang cukup panjang. Pada proses awal, terpilih 77 obyek sebagai nominasi.

Melalui diskusi dan penelitian, pada 21 Juli 2009, para juri mengumumkan, dengan hasil yang mengerucut, yaitu menjadi 28 lokasi yang lolos menjadi finalis. Para finalis ini sudah sesuai dengan kriteria yang ditentukan. 

Kriteriannya antara lain keindahan alam terunik, keanekaragaman dan penyebarannya, sistem ekologi, kaitannya dengan link sekitar, dan apakah tempat ini merupakan ekologi yang mampu berdiri sendiri atau memiliki keterkaitan dengan kehidupan manusia, serta merupakan warisan sejarah yang sudah ada di muka bumi sejak beberapa generasi.

Fnalis berjumlah 28 tersebut memiliki hak untuk kampanye tentang kelebihan pada obyeknya dalam rentang waktu 2009-2011. Pengambilan suara dilakukan secara voting dan secara online. Pemilihnya siapa saja yang diambil dari seluruh penjuru dunia.

Taman Nasional Pulau Komodo, Terpilih Keajaiban Dunia

Syukurlah pada 11 November 2011, New7Wonders Foundation memutuskan untuk memilih 7 obyek alam tersebut. Dan di antaranya adalah Taman Nasional Pulau Komodo, di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang berada di Indonesia bagian timur.

Ya, Taman Nasional Komodo ini terletak di antara Pulau Sumbawa dan Pulau Flores. Tempat ini merupakan rumah bagi habitat hewan komodo yang faktanya merupakan habitat hewan purba satu-satunya yang menjadi jejak peninggalan di Indonesia yang masih hidup sampai sekarang. Maka perlu dilindungi keberadaannya karena termasuk hewan purba yang hidup sudah sejak zaman Dinosaurus. Wow luar biasa ya, bisa dibilang hewan ini punya umur yang sama dengan Dinosaurus.

Tentu saja pulau ini oleh pemerintah masuk dalam kawasan yang harus dijaga kelestariannya. Selain terpilih oleh New7Wonders Foundation, juga masuk dalam situs warisan dunia United Nations of Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Bangga sekali kawasan ini mempunyai dua gelar. Di Taman Nasional Komodo terdapat tiga pulau, yaitu Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Padar, dan pulau kecil lainnya.

Sejumlah penelitian menyebut bahwa habitat hewan ini hanya bisa ditemui di penangkaran ini. Sehingga menjadi alasan mengapa UNESCO menetapkan kawasan ini sebaga situs warisan dunia pada 1986. Berkat kegigihan masyarakat lokal dan pemerintah dalam menjaga habitat ini dengan baik, hingga masih bisa melihat purba ini.

Lahhh…tiba-tiba jadi ingat dengan lagu Si KOMO yang pernah populer di tahun 1990an. Lagu ini dinyanyikan oleh kak Seto. Karakter Si Komo diciptakan sebenarnya ingin berpesan agar anak-anak Indonesia mencintai hewan purba ini dan mau menjaga kelangsungan hidupnya. Untuk selanjutnya penulis sebut saja dengan si Komo saja ya...biar terdengar lebih fun.

PDGI Gelar Kegiatan IDE di Labuan Bajo, NTT

Dengan melihat semua kelebihan yang ada pada Si Komo ini, maka penulis sudah sejak lama ingin menyambangi makhluk spesial ini. Dan sudah sejak lama pula selalu kepo tentang bagaimana cara pergi ke sana. Duhh..benar-benar bagaikan pungguk merindukan bulan. Sebab seperti telah diketahui bersama, bahwa tempat tinggalnya susah diakses dan andai bisa didatangi beresiko memiliki high cost alias mahal. Tapi..yang jelas bila ingin berjumpa, ya wajib singgah di kota Labuan Bajo dulu.

Laut dan pulau kecil sekitar Nusa Tenggara Timur dari atas pesawat

Maka ketika organisasi tempat penulis bernaung, yakni Persatuan Dokter Gigi Indonesia  (PGDI) mengadakan kegiatan yang diberi nama Interdicipline Dentistry Explorer (IDE) di Labuan Bajo (Juli 2019), tanpa pikir panjang penulis langsung bilang yes. 

Kegiatan PDGI antara lain berupa seminar, Hans- On, dan BAKSOS (BAKti SOSial), di kota Labuan Bajo dengan bonus mengunjungi beberapa destinasi plesir, termasuk tempat tinggal si Komo. Jadi penulis merasa seperti pucuk dicinta ulam pun tiba.

Kini tinggal mencari teman yang cocok untuk diajak diskusi selama di sana. Sebab penulis bukanlah tipe traveler yang gemar melakukan solo traveling. Alhamdulilah...Allah Maha pendengar, akhirnya penulis bisa bareng teman satu leting, drg. Sita. Hanya bedanya penulis berangkat dari Surabaya, dan drg. Sita berangkat dari Jakarta. Klop deh.

Penulis bersama drg. Sita, teman satu leting saat mendarat di Bandara Komodo

Memang untuk berjumpa dengan si Komo dibutuhkan ongkos yang besar. Dengan ongkos yang sama, sebetulnya bisa untuk pergi ke luar negeri, bahkan jatuhnya bisa lebih murah ke LN. Namun perlu digarisbawahi, bahwa alam Indonesia ini memang tak ternilai harganya. Jadi wajar saja kalau ada yang bilang biaya ke Pulau Komodo berbiaya mahal. Apalagi bila mengingat nilai histori dari si Komo, sang hewan purba tersebut. Jadi ya wajar sajalah.(bersambung)

Baca sambungan di: sini

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.