Wisata Ke Pulau Komodo dan Baksos di Labuan Bajo (bag 3) | Dihadiri Istri Gubernur NTT
Butuh waktu sekitar dua jam dari Labuan Bajo ke Pulau Rinca. Tidak membosankan sama sekali, karena disuguhi pemandangan indah khas Pulau Flores. Kapal Phinisi melewati bukitan batu dan birunya laut yang berpadu padan dengan birunya langit yang cantik.
Angin sepoi-sepoi menerpa kulit.. Woww..selama dua jam nonstop
penulis disuguhi oleh pemandangan yang epik banget. Rasanya tidak tega untuk
tidak mengabadikan keindahannya. Pesona Indonesia memang sungguh tak
terbantahkan.
Pemandangan alam cantik seperti inilah yang didapat selama perjalanan dua jam menuju Pulau Rinca.
Baksos di Pulau Rinca
Acara dipusatkan pada sekolah dasar yang cukup luas. Seperti
biasa acara dibuka oleh istri gubernur NTT. Rombongan melakukan acara DHE
(dental health education). Di antaranya mengajar cara sikat gigi yang benar, lalu
melakukan perawatan gigi serta membuat gigi tiruan.
![]() |
Penulis (kiri) bersama istri Gubernur NTT dan ketua PDGI |
Sikat gigi massal dan perawatan gigi oleh tim PDGI
Penulis merasa senang bisa bertemu dengan saudara sesama
warga Indonesia. Adik-adiknya ramah. Begitu pula warga yang senior. Mereka
bercerita serunya hidup bersama Komodo.
Singkat cerita, sampailah rombongan Kapal Cajoma IV di Pulau Rinca. Untuk masuk ke pulau ini, kami masih harus ditransfer lagi dengan menggunakan perahu kecil semacam speed boat. Kegiatan baksos berlangsung sampai pukul 13.00 WITA.
![]() |
Gosok gigi massal di Labuan Bajo |
Kembali ke kapal dan makan siang di kapal
Kegiatan selanjutnya, kami kembali ke kapal Phinisi
masing-masing dengan menggunakan speed boat lagi. Di kapal Phinisi Cajoma
IV sudah tersedia sajian berupa nasi
putih, kacang panjang teri, tumis kangkung seafood, udang asam manis, ayam
bakar, ikan bakar dabu-dabu, tahu crispy, dan fresh fruit slice. Ya.. hayuk waktunya
isi ‘bensin’ dulu, sambil kapal berjalan ke Loh liang, Pulau Rinca yang menjadi
tempat tinggal Si Komo.
![]() |
Makan siang dengan menu aneka sea food yang disiapkan oleh chef dari ABK. |
Menuju Loh Liang, tempat konservasi komodo
Menjelang sampai di Loh Liang, Pulau Rinca atau sebelum
turun, Pak Dedy kembali briefing. Diawali dengan pertanyaan, “Apakah ibu-ibu
ada yang sedang menstruasi?” Hal ini ditanyakan sehubungan dengan sifat si Komo
yang memiliki indera penciuman yang tajam dan bisa menjadi agresif jika mencium
bau darah.
Pak Dedy melanjutkan briefing, “Jangan lupa bawa air minum yaa..Karena perjalanannya agak panjang.” Kemudian di Loh Liang yang akan didatangi ini bukan kebun binatang. Setiap saat, bisa melihat binatang. Kalau di sini beda, Komodo hidup secara liar. Jadi ada kemungkinan nanti tidak menjumpai Komodo. Dalam batin, “Walah, kalau gak ketemu dengan Si Komo, betapa...kecewanya ya..hiks....hiks.”
Pak Dedy melanjutkan petuahnya, “Kemudian jika nanti
berhasil bertemu dengan Komodo, diharapkan jangan berisik agar tidak menganggu.
Dan usahakan jangan pernah pergi sendiri atau memisahkan diri dari kelompok
tanpa pemandu atau petugas, demi menghindari kemungkinan terjadi hal terburuk.“
Itulah sekelumit wejangan dari Tuan Dedy.
Sampai di Loh Liang yang jadi tempat tinggal Si Komo
Seperti biasa untuk mencapai Loh Liang, kami masih harus
ditransfer lagi menggunakan speed boat. Beberapa saat kemudian speed boat
merapat di dermaga kecil. Pada kayu ada papan kecil yang diikat dengan tali
dengan tulisan Be Careful Crocodile Area. Kebetulan saat itu si Dr Kleantis
(dari Yunani), yang kemarin menjadi pembicara seminar, langsung mengambil papan
tersebut dan memberi ponselnya pada penulis dengan maksud meminta tolong untuk
difoto.
Ya..penulis melakukannya dengan senang hati. Penulis berpikir, “Ahhh...pastilah foto keren ini akan dipamerkan pada kerabatnya di sono.” Tentunya tempat ini akan semakin viral... Promosi...promosi...
Selesai menjalankan tugas sebagai fotografer dadakan, penulis
dan rombongan dari kapal Phinisi Cajoma IV melanjutkan perjalanan. Ada semacam
papan yang menyambut rombongan kami Welcome to Rinca Island dengan gambar si
Komo. Tulisan ini berasal dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Balai Taman
Nasional Komodo.
Pintu masuk Loh liang, dan memulai Field trip untuk menyambangi si Komo yang
merupakan kadal terbesar
Kami mulai menyongsong alam liar dengan memasuki jalan kecil
yang di kanan-kirinya tampak pohon. Di sini terpampang beberapa papan
peringatan, baik dengan bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Pesan yang
jelas dan singkat. Seperti, “Terimakasih Anda tidak memberi makan dan minum.” Atau
do not feed the animals.
Kami masih harus berjalan lagi, kalau tadi ada tulisan di sebelah
kiri. Kini ada tulisan yang berada di sebelah kanan. Intinya sih tetap sama,
yakni jangan memberi makan. Hanya kali ini larangan tersebut diuraikan dengan
memberikan beberapa alasannya. Monggo kita perhatikan bersama.
Mengapa tidak boleh memberi makan? Ini alasannya"
- Memberi
makan satwa liar sama dengan membunuhnya secara perlahan
- Satwa
liar mampu mencari makan sendiri
- Memberi
makan pada satwa liar mengubah pola makan alami
- Mengurangi
kemampuan bertahan hidup dan menyebabkan ketergantungan
- Di alam
liar, satwa tidak butuh suplemen makanan dari manusia.
Penulis pernah membaca artikel bahwa salah satu alasan
mengapa tidak boleh memberi makan. Dulunya para pelancong yang berkunjung sempat
diberi kesempatan memberi makan berupa kambing pada si Komo di Taman Nasional
ini. Namun hal itu malah memicu si Komo bersikap lebih agresif, sehingga kini
sudah dilarang untuk memberi makan.
Ya..rasanya seperti berada dalam film Jurrasic Park, apalagi drg. Claudia memakai baju mini putih plus topi ala Indiana Jones. Benar-benar persis dengan lakon yang main dalam Jurrasic park. (bersambung ke bagian 4 klik sini)
Kembali ke tulisan bagian 2, silakan klik sini
Leave a Comment