Pasien ICU Sembuh, Dia Lupa Diri, Endingnya Mengagetkan
Pada bagian sebelumnya, penulis punya pengalaman bertugas visite di ICU isolasi dengan pasien bernama Bu Melati (bukan nama sebenarnya).
Tidak lama setelah merawat Bu Melati, penulis dirujuk lagi oleh dokter
spesialis anestesi di ICU central, namun untuk merawat pasien lain yang berbeda
(di ruang ICU non-isolasi).
Bu Melati harus mendapat tindakan intubasi,
yaitu melubangi leher yang nantinya akan disambung pada alat bernama
ventilator. Hal ini bertujuan untuk membantu agar pernapasan bisa berjalan
dengan baik.
Mari kita simak tanya jawab penulis dengan
admin web tentang pengalaman bertugas di ruang ICU RSPAL dr. Ramelan Surabaya.
Keterangan foto: Penulis didampingi Pak Daryanto sedang melakukan pembersihan rongga mulut pasien: Tuan Aji (foto kiri). Di samping kanan, tampak mulut korban dan sekitarnya yang penuh dengan adanya kerak yang berasal dari darah yang sudah mengering dengan warna coklat kehitaman.
Tanya: Mengapa pasien Bu Melati harus mendapat tindakan
intubasi?
Jawab: Bu Melati mengalami gagal napas
akibat tetanus yang diduga berasal dari infeksi gigi karena tetanus dalam
mulut. Penulis baru pertama kali menemukan kasus yang sangat unik pada Bu
Melati ini. Beliau menderita tetanus ini disebabkan adanya bakteri bernama:
Clostridium tetani.
Bakteri ini biasanya didapat dari luka yang
terkontaminasi pada benda-benda yang sudah berkarat di rongga mulutnya, kalau
orang Jawa bilang besi yang sudah tayengen (karatan).
Setelah berkoordinasi dengan dokter gigi
Spesialis Bedah Mulut (drg Sp BM), maka dilakukan pencabutan total dari semua
sisa akar yang ada (total extraksi) dengan menggunakan bius umum.
Seorang rekan dokter spesialis anestesi
sempat pesimis dengan keadaan Bu Melati. Kondisinya serba lemah dan harus
dibantu alat untuk menopang kehidupannya. Namun, atas izin Allah keadaannya kemudian berubah. Untuk selengkapnya tentang Bu Melati, bisa diklik tulisan pada link ini.
Tanya: Adakah kisah lain yang membuat
penulis merenung betapa tugas nakes itu penuh hikmah?
Jawab:
Selang beberapa tahun kemudian, ketika bertugas di poliklinik Bedah Mulut (BM).
Penulis sudah tidak ingat persis kapan kejadiannya.
Saat
itu, datanglah seorang pasien pria berbaju bebas. Saat penulis melihat ke
komputer yang ada SIM RS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) atau rekam
medis elektronik, di situ tertulis bahwa pasien ini merupakan anggota TNI AL
aktif.
Namun pasien tersebut datang
tidak mengenakan seragam resmi. Secara prosedur, anggota TNI aktif diwajibkan
tetap berseragam walaupun untuk keperluan berobat.
Tanya: Apa aturan
mendasar bagi anggota TNI yang berobat Di RS milik TNI?
Di RSPAL dr. Ramelan Surabaya, ada aturan
kalau anggota TNI AL yang masih aktif kemudian datang berobat maka wajib
memakai baju dinas.
Penulis bertanya kepadanya, “Apakah Bapak seorang anggota aktif?” Dalam hati penulis bertanya, “Kok tidak mengenakan seragam?”
Tanya: Adakah
pengalaman tidak mengenakkan selama bertugas sebagai nakes?
Jawab: Penulis
hanya penasaran. Sebenarnya hanya ingin memastikan saja, bukan untuk menegurnya
soal seragam dinas itu. Toh, kami memang bukan anggota TNI atau kami juga bukan
atasannya. Untuk memastikan saja.
Wihh.. ternyata pasien
itu langsung ngegas. Beliau bertanya dengan ketus sambil berdiri dengan mata melotot,
“Iya (anggota TNI AL)… kenapa? Kalau saya memang tidak boleh (periksa), ya
sudah. Saya pulang saja.”
Aduh... penulis langsung
kaget sekali. Penulis jadi sungkan, sebab di poliklinik BM yang cukup luas ada
beberapa pasien, juga ada dokter gigi Sp BM dan perawat. Daripada jadi tontonan,
akhirnya penulis mengatakan, “Oh tidak Pak, silakan berobat.”
Tanya: Bagaimana menyikapi anggota TNI yang berobat
dan bersikap tidak sabaran?
Jawab: Setelah pasien tadi diberi resep lalu dijadwalkan untuk dilakukan
pencabutan sepekan kemudian.
Pak Daryanto, dental Therapist berpangkat sersan kepala yang bertugas
bersama penulis, langsung menghampiri dan berbisik, “Dok, itu tadi Tuan Aji (nama samaran) yang dulu pernah kita rawat saat di ICU central saat beliau menjadi
korban tabrak lari.” (Silakan baca artikel sebelumnya ini tentang kondisi Tuan
Aji saat masih tak sadar di ICU)
Ooo.. mulut ini tanpa
sadar langsung melongo. Beberapa saat kemudian langsung tangan menutup pada
mulut yang masih melongo.
Sebagai manusia biasa penulis sempat berpikiran, “Kok gitu yaa balasannya?
Padahal dulu penulis ikut merawat. Kok sekarang jadi galak ke saya ya?” Itu
pikiran sesaat yang ada di benak penulis.
Bahkan Pak Daryanto menambahkan bahwa telah mendapat kabar dari seorang anggota TNI AL yang kenal Tuan Aji, “Pak Aji itu sekarang sudah sehat, malah sekarang sudah bisa menghamili istrinya.”
Tanya: Apa
yang harus diyakini para nakes yang bertugas hingga menguras tenaga dan emosi,
yang terkadang menemukan pasien kurang etikanya?
Jawab: Dalam hitungan detik, penulis sempat
down ketika menemukan fakta pasien yang dibantu justru bersikap ketus begitu. Rasanya
kok tidak ada rasa terima kasihnya.
Namun,
buru-buru penulis segera memupus perasaan galau itu. Penulis langsung berpikir,
“Ya Allah terima kasih. Pasien yang dulu di ICU central sudah bisa lepas dari
semua peralatan yang membelenggu dia. Tidak perlulah kita memiliki perasaan kok
kamu lupa sama aku? Semoga pasien tadi tetap sehat dan selalu dilindungi
oleh Allah Swt.”
Oalah,…
di sinilah kami diuji agar bersikap legowo. Jangan sampai keikhlasan kita yang
telah berlalu kemudian jadi luntur gara-gara kita terpancing emosi dengan sikap
pasien yang tidak baik.
Bagaimana pun, kita harus tulus ikhlas
dalam memberi pelayanan. Karena semua itu akan menjadi amal shalih kita di
timbangan saat Hari Akhirat kelak ya.
Ya… sebagai dokter gigi (drg), kita harus
memiliki jiwa ikhlas. Seperti ikhlas seorang ibu terhadap anaknya.
Tanya: Apa pesan moral dari merawat pasien-pasien ICU
tersebut di atas?
Jawab:
Apabila kita telah menolong orang, janganlah mengingat kebaikan yang telah kita
lakukan. Ikhlaskan saja.
Namun
sebaliknya bila ada orang lain yang pernah menolong kita, jangan pernah kita
melupakan kebaikannya. (Habis)
Kembali ke bagian sebelumnya:
Leave a Comment